Kenapa harus memakai jilbab? Atas dasar apakah hendaknya memutuskan untuk memakainya ?
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
” (QS. Al Ahzab [33]:59)
Apakah ayat diatas yang mendasari keputusan itu? Ataukah hanya sekadar
mengikuti trend busana saat ini? karena sekarang ini banyak sekali
ditemui para perempuan yang memakainya, walaupun cara menggunakannya
masih “belum sempurna” sesuai syariat. Yah… sudah lumayanlah
dibandingkan dengan yang sama sekali belum menggunakannya.
Tapi kalau jilbab lepas-pakai bagaimana ya?
Inilah masalahnya. Jilbab sebenarnya bukan hanya trend pakaian masa
kini yang bisa diikuti/dipakai saat sedang trend saja, lalu dilepaskan
lagi saat trend itu telah usai. Jilbab adalah kewajiban bagi seorang
Muslimah yang sudah baligh. Sama wajibnya dengan keharusannya menegakkan
sholat. Tidak bisa digunakan (dilepas-dipakai) sesuka hati karena ALLAH
sudah menetapkan aturannya dengan jelas.
“Katakanlah kepada
wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur [24]:31)
Di atas
sudah disebutkan bahwa sebenarnya jilbab itu adalah kewajiban yang harus
ditunaikan oleh keseluruh kaum muslimah. Bukan pilihan karena merasa
sudah siap, atau alasan lainnya. Karena saat ini banyak yang belum
menggunakannya berargumen wajib membenahi diri dulu baru berjilbab.
Masalahnya berikutnya adalah; seberapa lama “durasi” yang dimiliki di
dunia ini, sampai sejauh mana batasan “baik” sehingga layak untuk
memakai jilbab?. Sementara membenahi diri adalah kewajiban yang harus
dilakukan setiap saat tanpa ada akhirnya? Apakah ada seseorang yang
merasa dirinya sudah soleh, sudah baik, dan sudah sempurna?
Lalu hingga sampai kapan argumen diatas akan terus-menerus
dipertahankan? Pertanyaan-pertanyaan di atas juga tiada seorang (pun)
yang dapat menjawabnya. Sementara selama kita hidup, kewajiban kita
adalah terus memperbaiki diri, karena pada dasarnya manusia tidaklah
sempurna. Lalu mereka yang berdalih memperbaiki diri dulu baru berjilbab
atau menunggu datangnya hidayah (padahal hidayah itu harus dijemput
dengan keimanan kita, bukan ditunggu!) bagaimana? Sempatkah
menyempurnakan perintah-NYA?
Jilbab adalah saksiyyah (jati
diri) wanita Islam, mahkota yang harus dijunjung tinggi. Bila seorang
wanita telah memutuskan untuk berjilbab, maka ia harus siap dengan
segala rintangannya atau ujian dari ALLAH. Siap menjaga sikap dan
perilakunya. Karena jika seseorang wanita berjilbab melakukan hal-hal
yang tidak semestinya, maka yang dituding bukan hanya diri wanita itu,
tetapi juga jilbab dan Islam. Contohnya, jika seorang wanita berjilbab
merokok di tempat umum, maka masyarakat akan berkata : “Tu kan, dah
berjilbab tapi merokok?”. Jilbab dan Islam mendapat kesan negatif.
Terlepas dari segala pembahasan tentang hak asasi seseorang untuk bebas
melakukan apapun sepanjang tidak mengganggu kepentingan orang lain,
wanita yang telah memutuskan untuk berjilbab hendaknya menjaga adab
perilaku. Karena ia merupakan jati diri, sudah selayaknya kita menjaga
jati diri, martabat sebagai seorang muslimah tersebut dengan
sebaik–baiknya. Tidak memperlakukannya sesuka hati dan membuat peraturan
sendiri. Ada yang berjilbab awalnya karena merasa mendapat hidayah,
namun dalam perjalanan hidupnya ketika merasa kecewa dengan apa yang
dialaminya, lalu jilbab pun dilepaskan. Sayangnya ketika melepasi jilbab
yang ada adalah sikap dan perilaku jahiliyah… Astaghfirullah halazhim.
Wahai para Muslimah yang dimuliakan ALLAH, berbahagialah dengan
kemuliaan itu, sudah selayaknya kemuliaan itu dijaga dengan segala daya
dan upaya. Hanya itu cara mengabdikan diri kepada-NYA, mematuhi
perintah-NYA dan Rasul-NYA. Bekali diri dengan ilmu dan fahaman yang
cukup tentang perintah ALLAH yang satu ini. Luruskan niat untuk berjihad
melawan hawa nafsu. Sekali memutuskan berhijab, yakinlah bahawa kalian
sudah melakukan sesuatu yang benar dan mohon pada-NYA agar tetap menjaga
hati ini tetap beristiqomah dalam ketaatan pada-NYA. Ketika kalian
sudah memutuskan untuk berhijab, sama artinya dengan membeli ‘tiket
terusan’. Pantang untuk pulang bila belum sampai “wahana” terakhir.
Jangan pernah berjalan mundur dan kembali kepada kejahiliahan diri.
Tidak ada alasan apapun untuk menanggalkannya, karenaa ALLAH adalah
segalanya. Tidak juga karena masalah rezeki yang sering membuat orang
menanggalkan jilbab demi professionalisme dan tuntutan pekerjaan.
Yakinlah ALLAH sang penjamin rezeki, apabila DIA yang memerintahkan kita
menutup aurat, DIA juga yang akan menjamin rezeki untuk kita. Jangan
pernah meragukan-NYA. Sedikit atau banyaknya rezeki adalah urusan-NYA.
Namun yakinlah apabila kita patuhi-NYA, ALLAH tidak pernah
menyia–nyiakan kepatuhan hamba-hamba-NYA. ALLAH Maha Mengetahui niat
yang terkandung dalam hati para hamba–hamba-NYA.
Jangan pernah
mempermainkan aturan–aturan-NYA. Kita hanya diperintahkan patuh dan
taat, bukan mengganti ketentuan-NYA sesuai dengan yang kita inginkan.
Rukhsah memang ada dalam semua hal, tapi harus ada syarat yang
terpenuhi. “Syurga di kelilingi oleh sesuatu yang luar biasa sulit,
sementara sebaliknya, neraka justru di kelilingi segala kemudahan.”
hendak kemanakah kita nanti, kembali kepada kita masing–masing dalam
mentaati perintah-NYA.
WaLLAHu a’lam bishawab, Wassalamu’alaikum warahmatuLLAHI wabarakatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar